Rabu, 09 Mei 2018

Pondok itu Bukan Hotel atau Kos-Kosan




Hotel itu didirikan untuk disewakan. Semakin lengkap fasilitas yang dimiliki, maka semakin mahal biaya sewanya. Mereka memang melakukan promosi untuk menarik masyarakat agar mau menginap di sana. Sesudah membayar uang sewa, mereka berhak menginap dan melakukan apa saja semau mereka. Saat kamar dan kasur kotor, mereka bisa memanggil pelayan untuk menyapu, mengepel, serta mengganti seprei dan sarung bantalnya.
Namun, yang demikian tidak berlaku di pondok. Pondok itu hak dan milik bersama. Setiap santri baru datang, bertambahlah penduduk pondok untuk bersama mengelola dan mempertanggungjawabkan keberesan pondok. Mereka bersyukur karena ada tempat untuk berdiam dan bertempat tinggal karena sudah dibuatkan oleh kakak-kakak angkatan. Tentu, ada iuran untuk kepentingan bersama di pondok, seperti membeli minyak, memperbaiki timba, dan lain sebagainya. Namun, iuran itu bukan untuk sewa, sekadar untuk urunan agar kegiatan pondok bisa berjalan dengan baik.
Pondok juga bukan kos-kosan. Meski bentuknya asrama, tetapi berbeda dengan kos-kosan atau asrama lainnya. Orang yang indekos terikat dengan aturan-aturan yang dibuat pemilik kos-kosan. Peraturan itu mengikat dan kaku, baik makan, tidur, keluar, atau jam jenguk tamu. Mereka tidak boleh melakukan sesuatu kecuali yang telah ditentukan pemilik kos-kosan.
Sedangkan kehidupan pondok sangat bebas dan luwes. Santri diberi kebebasan seluas mungkin selama tidak merusak dan mengganggu proses pendidikan dan pengajaran. Santri bebas bergerak, berpikir, dan bertindak dalam batas-batas disiplin yang disepakati bersama. Jadi, pondok itu mendidik untuk mandiri—berdiri di atas kaki sendiri (zelp help).
Dengan begitu, mereka bisa mengukur sendiri berdasarkan usaha dan kekuatan yang mereka miliki. Pemuda yang dapat mengukur kekuatan diri inilah yang mampu merencanakan masa depan, mampu menangkap kesempatan, mempersiapkan langkah-langkah yang tepat untuk mencapainya.
Sebaliknya, pemuda yang tak mampu mengukur kemampuan diri, maka masa depannya menjadi suram karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, peragu dalam setiap langkahnya. Dengan begitu, dia sulit mendapat kepercayaan di tangah masyarakat. Bagaimana bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat, sedangkan mereka tidak percaya pada diri mereka sendiri. Bagaimana pula dia bisa menenteramkan hati orang lain, sedangkan mereka merasa ragu-ragu terhadap diri mereka sendiri.
Bisa dibilang, kemajuan, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup sangat dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengetahui kekuatan diri. Karena itu, pondok melatih santri untuk memegang tanggung jawab, baik untuk kepentingan diri maupun kepentingan bersama. Misalnya, tanggung jawab kebersihan dan keamanan kamar dan lingkungan pondok, mencuci baju, menanak nasi, dan lain sebagainya.
Inilah unsur-unsur pendidikan yang ada dalam pondok, yaitu membentuk karakter dan kepribadian santri. Para ahli pendidikan seperti Dr. Soetomo dan Ki Hadjar Dewantara menyetujui dan mengamini dasar-dasar pendidikan dalam pondok. Inilah dasar-dasar pendidikan yang ditanamkan dalam pondok pesantren sejak dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar