Tulisan ini dimuat di Republika, Islam Digest, Kolom Kitab, 14 Juni 2009
Ia adalah
Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Musa Janki Dausat bin Abu Abdullah bin
Yahya Az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa al-Jun bin
Abdullah al-Mahadh, yang lebih populer dengan panggilan Syaikh Muhyiddin Abdul
Qadir al-Jailani. Lahir pada tahun 470 H (1077 – 1078 M) di Jil, daerah di
belakang Tabaristan, kini termasuk wilayah Iran.
Ia
mendapat julukan al-ghawts al-a’zham, manifestasi sifat Allah “Yang
Mahaagung”, yang mendengar permohonan dan memberikan pertolongan, dan al-qutb
al-a’zham, pusat dan ujung kembara ruhani, sultan aulia, sumber hikmah,
perbendaharaan ilmu, teladan iman dan Islam, dan pewaris hakiki kesempurnaan
Nabi Muhammad saw.
ia belajar
kepada beberapa orang ulama, seperti Ali Abul Wafa al-Qayl, Abul Khaththab
Mahfuzh, Abul Hasan Muhammad al-Qadhi, dan Abu Sa’ad al-Mubarak ibn Ali
al-Muharrami. Ia menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai
tiga belas bidang ilmu. Banyak orang yang belajar padanya tentang Tafsir,
Hadis, dan persoalan mazhab. Setiap mengeluarkan fatwa, ia menggunakan kaidah
Fikih Imam Syafi’i dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Ia juga menguasai Ilmu
Perbandingan, Ushul Fikih, Nahwu, dan Ilmu Qira’at.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang terkenal kritis terhadap sufi dan
tasawuf, dalam beberapa fatwanya menyanjung dan memuji Syaikh Abdul Qadir
al-Jilani. Beliau menyebutkan, bahwa karamah-karamah yang dimiliki oleh Syaikh
Abdul Qadir dinukil secara mutawatir.
Ada banyak
buku dan artikel yang dinisbatkan kepadanya, namun yang disepakati sebagai
karya syaikh hanya ada tiga, yaitu
1.
Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal para Pencari
Kebenaran), Karya ini banyak terpengaruh—baik tema maupun gaya bahasanya—dengan
Ihya’ ‘Ulum ad-Din karya al-Ghazali. Ini terlihat dengan penggabungan fikih,
akhlak, dan prinsip suluk.
2.
Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra
Hikmah), kumpulan tausiah yang pernah disampaikan Syaikh dalam majelisnya. Tiap
satu pertemuan menjadi satu tema. Semua pertemuan yang dibukukan ada 62 kali
pertemuan. Pertemuan pertama pada 3 Syawal 545 H. Pertemuan terakhir pada hari
Jumat, awal Rajab 546 H.
3.
Futuh al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban),
kompilasi dari 78 artikel yang ditulis Syaikh berkaitan dengan suluk, akhlak,
dan lain-lain. Tema dan gaya bahasanya sama dengan al-Fath al-Rabbani.
Ia wafat
Sabtu, 8 Rabi al-Tsani 562 H. Makamnya terletak di madrasah Bab al-Darajah di
Baghdad, telah menjadi tempat ziarah penting bagi kaum muslim, dan khususnya
kaum sufi. Sepanjang usianya dihabiskan untuk berbuat baik, mengajar, dan
bertausiah.
Syaikh
Abdul Qadir al-Jailani merupakan tokoh sufi yang paling masyhur di Indonesia.
Ia adalah pendiri Tarekat Qadiriyah. Terlepas dari pro dan kontra atas
kebenaran karamahnya, cerita-cerita tentangnya sering dibacakan dalam majelis
yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban. Peringatan Haul waliyullah
ini pun selalu dirayakan setiap tahunnya oleh umat Islam di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar