Rabu, 14 November 2012

Mengenal Sang Maestro, Sultan Aulia

Oleh Wiyanto Suud



Tulisan ini dimuat di Republika, Islam Digest, Kolom Kitab, 14 Juni 2009
Ia adalah Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Musa Janki Dausat bin Abu Abdullah bin Yahya Az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa al-Jun bin Abdullah al-Mahadh, yang lebih populer dengan panggilan Syaikh Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailani. Lahir pada tahun 470 H (1077 – 1078 M) di Jil, daerah di belakang Tabaristan, kini termasuk wilayah Iran.
Ia mendapat julukan al-ghawts al-a’zham, manifestasi sifat Allah “Yang Mahaagung”, yang mendengar permohonan dan memberikan pertolongan, dan al-qutb al-a’zham, pusat dan ujung kembara ruhani, sultan aulia, sumber hikmah, perbendaharaan ilmu, teladan iman dan Islam, dan pewaris hakiki kesempurnaan Nabi Muhammad saw.
ia belajar kepada beberapa orang ulama, seperti Ali Abul Wafa al-Qayl, Abul Khaththab Mahfuzh, Abul Hasan Muhammad al-Qadhi, dan Abu Sa’ad al-Mubarak ibn Ali al-Muharrami. Ia menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai tiga belas bidang ilmu. Banyak orang yang belajar padanya tentang Tafsir, Hadis, dan persoalan mazhab. Setiap mengeluarkan fatwa, ia menggunakan kaidah Fikih Imam Syafi’i dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Ia juga menguasai Ilmu Perbandingan, Ushul Fikih, Nahwu, dan Ilmu Qira’at.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang terkenal kritis terhadap sufi dan tasawuf, dalam beberapa fatwanya menyanjung dan memuji Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Beliau menyebutkan, bahwa karamah-karamah yang dimiliki oleh Syaikh Abdul Qadir dinukil secara mutawatir.
Ada banyak buku dan artikel yang dinisbatkan kepadanya, namun yang disepakati sebagai karya syaikh hanya ada tiga, yaitu
1.            Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal para Pencari Kebenaran), Karya ini banyak terpengaruh—baik tema maupun gaya bahasanya—dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din karya al-Ghazali. Ini terlihat dengan penggabungan fikih, akhlak, dan prinsip suluk.
2.            Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra Hikmah), kumpulan tausiah yang pernah disampaikan Syaikh dalam majelisnya. Tiap satu pertemuan menjadi satu tema. Semua pertemuan yang dibukukan ada 62 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada 3 Syawal 545 H. Pertemuan terakhir pada hari Jumat, awal Rajab 546 H.
3.            Futuh al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban), kompilasi dari 78 artikel yang ditulis Syaikh berkaitan dengan suluk, akhlak, dan lain-lain. Tema dan gaya bahasanya sama dengan al-Fath al-Rabbani.
Ia wafat Sabtu, 8 Rabi al-Tsani 562 H. Makamnya terletak di madrasah Bab al-Darajah di Baghdad, telah menjadi tempat ziarah penting bagi kaum muslim, dan khususnya kaum sufi. Sepanjang usianya dihabiskan untuk berbuat baik, mengajar, dan bertausiah.
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani merupakan tokoh sufi yang paling masyhur di Indonesia. Ia adalah pendiri Tarekat Qadiriyah. Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamahnya, cerita-cerita tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban. Peringatan Haul waliyullah ini pun selalu dirayakan setiap tahunnya oleh umat Islam di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar