Oleh Wiyanto Suud
Tulisan ini dimuat di “Hikmah” Republika, 13 April 2010
Orang yang lanjut usia sering
kali dianggap beban bagi keluarga daripada tumpuan. Kita juga sering mendengar
dan menyaksikan, baik dari media cetak maupun elektronik --bahkan dalam
kehidupan sehari-hari-- ulah dan kenakalan para lansia. Semakin tua, semakin
buruk perangainya. Padahal, bagi mereka itu telah banyak kenikmatan yang
dikurangi oleh Allah SWT.
Syahdan, suatu ketika Ma'an
bin Zaidah mendatangi Al-Makmun. Al-Makmun bertanya, “Bagaimana keadaanmu di
usia tua renta ini?” Ia menjawab, “Aku bisa jatuh hanya karena tersandung
kotoran unta, dan cukup diikat hanya dengan sehelai rambut.”
Al-Makmun bertanya lagi,
“Bagaimana tanggapanmu terhadap makanan, minuman, dan tidurmu?” Ia menjawab,
“Bila lapar, aku marah; dan bila makan, aku merasa jengkel; bila berada di
antara orang-orang, aku mengantuk; dan bila di atas kasur, aku terjaga.”
'Bagaimana pendapatmu tentang
para wanita?” Ia menjawab, “Kalau wanita yang buruk rupa, aku tidak
menginginkan mereka; sedangkan para wanita yang cantik, mereka tidak
menginginkanku.” Al-Makmun berkata, “Kalau begitu, tidak pantas orang sepertimu
dianggap muda.”
Sungguh amat keterlaluan bagi
orang-orang yang sudah lanjut usia, tapi masih juga melakukan maksiat.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT tidak akan menerima dalih seseorang sesudah
Dia memanjangkan usianya hingga 60 tahun.” (HR Bukhari).
Oleh karena itu, Allah memberi
pujian kepada mereka yang berusia senja, tapi masih tetap menjaga keimanannya.
Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah menyampaikan firman Allah SWT, “Demi
kemuliaan-Ku, keagungan-Ku, dan kebutuhan hamba-Ku kepada-Ku, sesungguhnya Aku
merasa malu menyiksa hamba-Ku, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah
beruban karena tua dalam keadaan Muslim.”
Tua dalam keadaan Muslim yang
dimaksud dalam hadis Qudsi di atas adalah orang yang panjang umurnya dan baik
amal perbuatannya. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian
ialah yang panjang umurnya dan baik pula amalannya.” (HR Tirmidzi).
Dengan demikian, kebahagiaan
di akhirat harus dicapai dengan bekal pahala yang banyak dari amal saleh yang
sebanyak-banyaknya. Rasulullah telah memberikan resep tentang amal yang
pahalanya akan terus mengalir meskipun kita sudah meninggal dunia.
Rasul SAW bersabda, “Apabila
seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga
hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang
senantiasa mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim).
Inilah rahasia keberkahan usia
yang terus bertambah, dan tetap mengalir pahala kebaikannya. Ibarat sebuah
aset, kita tinggal menikmati keuntungan dan kejayaan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar