Tulisan ini dimuat di Republika, Islam Digest, Kolom Kitab, 14 Juni 2009
Mereka sedikit sekali tidur di
waktu malam
Dan menjelang fajar mereka mohon ampunan
Allah memandu kepada cahaya-Nya siapa yang Dia inginkan
Dan menjelang fajar mereka mohon ampunan
Allah memandu kepada cahaya-Nya siapa yang Dia inginkan
Sir
al-Asrar wa Muzhhir al-Anwar fi ma Yahtaju Ilayhi al-Abrar (Rahasia dari Segala
Rahasia Kehidupan), karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, menjelaskan tentang
dasar-dasar ajaran Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji dari sudut
pandang sufistik. Terdiri dari 24 bab, diberdasarkan pada 24 huruf yang ada
dalam dua kalimat syahadat, dan 24 jam dalam sehari semalam.
Kitab ini
dianggap sebagai jembatan yang mengantarkan pada tiga karyanya yang terkenal,
yaitu Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal para Pencari
Kebenaran), Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra
Hikmah), dan Futuh al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban).
Adapun
metode pengajaran yang digunakannya adalah metode bayani, yakni dengan
menggunakan kata-kata yang tepat, ungkapan yang mudah, seimbang, dan jauh dari
keruwetan. Seperti ketika memberikan pengertian tentang iman, ia berkata, “Kami
yakin bahwa keimanan adalah pengucapan dengan lisan, pembenaran dengan hati dan
pelaksanaan dengan anggota badan. Bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan
kemaksiatan, menguat dengan ilmu, melemah dengan kebodohan dan timbul karena
adanya taufik.”
Lalu apa
saja 24 rahasia yang ingin disampaikan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Di
antaranya; Pertama, pembahasan ini dimulai dengan keberadaan manusia yang
dilihat dari sudut pandang jiwa dan raga. Secara umum, manusia mempunyai
ciri-ciri fisik yang hampir sama. Tapi dari sisi jiwa, setiap orang
berbeda-beda. Karena itu, perlu penjelasan yang lebih khusus, yakni sebuah
kaidah tentang jalan menapaki satu tingkatan ke tingkatan lainnya, untuk
mencapai alam ilmu, sebagai tingkatan tertinggi.
Ia
mendasarkan pada sebuah hadis, “Ada satu tingkatan yang di dalamnya semua dan
segala sesuatu dihimpun, yaitu makrifah—ilmu.” Diperkuat dengan beberapa hadis
lain, “Tafakkur sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.” Atau, “Sesaat
tafakur lebih utama daripada ibadah seribu tahun.”
Kedua, Ia
mengatakan bahwa jalan pertama menuju kesempurnaan adalah tobat. Seperti
disebutkan dalam Alquran “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat
dan dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. al-Baqarah [2]: 222)
Dan
diperkuat dengan ayat lain, “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan
mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan
[25]: 70)
Ketiga,
tentang zakat dan sedekah Syaikh mengatakan bahwa segala sesuatu yang diberikan
sebagai zakat akan melalui tangan Allah sebelum sampai kepada kaum fakir.
Karena itu, tujuan zakat tidak semata-mata untuk membantu kaum fakir, karena Allah
maha mengetahui semua kebutuhan, termasuk kebutuhan kaum fakir. Tujuan sejati
zakat adalah agar niat seorang yang berzakat diterima oleh Allah.
Ia
mengutip firman Allah swt, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan
apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali
Imran [3]: 62)
Keempat,
Syaikh membagi puasa menjadi dua, puasa lahir dan puasa batin. Puasa lahir
dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan seks, dari
fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa batin dijalani selama-lamanya,
selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat, dengan menjaga semua indra
dan pikiran dari segala yang diharamkan. Inilah puasa yang sejati. Ia mengutip
hadis, “Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan. Satu kegembiraan saat
berbuka dan kegembiraan lainnya saat ia melihat—makrifah.”
Syaikh
juga mengupas tentang aspek lahir dan batin dari shalat dan ibadah haji.
Memberi panduan zikir, wirid, dan berkhalwat. Menyingkap hakikat kebahagiaan,
penderitaan, dan menyucikan jiwa. Menganjurkan perang melawan hawa nafsu dan
melihat hakikat ilahi, hingga meraih maqam penyaksian (musyahadah).
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani telah menggambarkan secara lengkap tentang tasawuf yang memadukan antara ilmu syariat, yang didasarkan pada Alquran dan as-Sunah dengan penerapan praktis dengan keharusan untuk menghayati hakikat serta manfaat diterapkannya syariat. Jadi, tasawuf yang dirumuskannya jauh dari paham-paham yang mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai tingkat hakikat, maka sudah tidak dibutuhkan lagi syariat.
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani telah menggambarkan secara lengkap tentang tasawuf yang memadukan antara ilmu syariat, yang didasarkan pada Alquran dan as-Sunah dengan penerapan praktis dengan keharusan untuk menghayati hakikat serta manfaat diterapkannya syariat. Jadi, tasawuf yang dirumuskannya jauh dari paham-paham yang mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai tingkat hakikat, maka sudah tidak dibutuhkan lagi syariat.
Dengan
kata lain, kajian ini mengajak kita untuk berpindah dari Iman yang baru sampai
pada batasan rasio dan teori (iman ‘aqli), kepada Iman yang sudah sampai pada
tahapan penghayatan dan pendalaman (iman dzauqi). Dan dari kesadaran hati akan
perbuatan-perbuatan dan sifat-sifat-Nya (maqâm fanâ), kepada
ketenggelaman ruhani akan zat-Nya (maqâm baqâ).
Dengan
demikian, kita akan meraih hakikat kelembutan, mencapai keikhlasan, dan
menghampiri Sang Kekasih Yang Mahasuci. Inilah rahasia dari segala rahasia
kehidupan, yang baru diketahui sebagian rahasianya oleh Barat, dengan terbitnya
buku The Secret yang fenomenal itu.
Kalau
tidak boleh dibilang terpengaruh, spiritualitas Barat sebenarnya jauh
tertinggal dengan spiritualitas Islam, karena kitab Sir al-Asrar dikarang jauh
sebelum Barat mengungkapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar