Rabu, 14 November 2012

Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan

Oleh Wiyanto Suud
Tulisan ini dimuat di Republika, Islam Digest, Kolom Kitab, 14 Juni 2009
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam
Dan menjelang fajar mereka mohon ampunan
Allah memandu kepada cahaya-Nya siapa yang Dia inginkan
Sir al-Asrar wa Muzhhir al-Anwar fi ma Yahtaju Ilayhi al-Abrar (Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan), karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji dari sudut pandang sufistik. Terdiri dari 24 bab, diberdasarkan pada 24 huruf yang ada dalam dua kalimat syahadat, dan 24 jam dalam sehari semalam.
Kitab ini dianggap sebagai jembatan yang mengantarkan pada tiga karyanya yang terkenal, yaitu Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal para Pencari Kebenaran), Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra Hikmah), dan Futuh al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban).
Adapun metode pengajaran yang digunakannya adalah metode bayani, yakni dengan menggunakan kata-kata yang tepat, ungkapan yang mudah, seimbang, dan jauh dari keruwetan. Seperti ketika memberikan pengertian tentang iman, ia berkata, “Kami yakin bahwa keimanan adalah pengucapan dengan lisan, pembenaran dengan hati dan pelaksanaan dengan anggota badan. Bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan kemaksiatan, menguat dengan ilmu, melemah dengan kebodohan dan timbul karena adanya taufik.”
Lalu apa saja 24 rahasia yang ingin disampaikan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Di antaranya; Pertama, pembahasan ini dimulai dengan keberadaan manusia yang dilihat dari sudut pandang jiwa dan raga. Secara umum, manusia mempunyai ciri-ciri fisik yang hampir sama. Tapi dari sisi jiwa, setiap orang berbeda-beda. Karena itu, perlu penjelasan yang lebih khusus, yakni sebuah kaidah tentang jalan menapaki satu tingkatan ke tingkatan lainnya, untuk mencapai alam ilmu, sebagai tingkatan tertinggi.
Ia mendasarkan pada sebuah hadis, “Ada satu tingkatan yang di dalamnya semua dan segala sesuatu dihimpun, yaitu makrifah—ilmu.” Diperkuat dengan beberapa hadis lain, “Tafakkur sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.” Atau, “Sesaat tafakur lebih utama daripada ibadah seribu tahun.”
Kedua, Ia mengatakan bahwa jalan pertama menuju kesempurnaan adalah tobat. Seperti disebutkan dalam Alquran “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. al-Baqarah [2]: 222)
Dan diperkuat dengan ayat lain, “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan [25]: 70)
Ketiga, tentang zakat dan sedekah Syaikh mengatakan bahwa segala sesuatu yang diberikan sebagai zakat akan melalui tangan Allah sebelum sampai kepada kaum fakir. Karena itu, tujuan zakat tidak semata-mata untuk membantu kaum fakir, karena Allah maha mengetahui semua kebutuhan, termasuk kebutuhan kaum fakir. Tujuan sejati zakat adalah agar niat seorang yang berzakat diterima oleh Allah.
Ia mengutip firman Allah swt, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran [3]: 62)
Keempat, Syaikh membagi puasa menjadi dua, puasa lahir dan puasa batin. Puasa lahir dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa batin dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat, dengan menjaga semua indra dan pikiran dari segala yang diharamkan. Inilah puasa yang sejati. Ia mengutip hadis, “Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan. Satu kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan lainnya saat ia melihat—makrifah.”
Syaikh juga mengupas tentang aspek lahir dan batin dari shalat dan ibadah haji. Memberi panduan zikir, wirid, dan berkhalwat. Menyingkap hakikat kebahagiaan, penderitaan, dan menyucikan jiwa. Menganjurkan perang melawan hawa nafsu dan melihat hakikat ilahi, hingga meraih maqam penyaksian (musyahadah).
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani telah menggambarkan secara lengkap tentang tasawuf yang memadukan antara ilmu syariat, yang didasarkan pada Alquran dan as-Sunah dengan penerapan praktis dengan keharusan untuk menghayati hakikat serta manfaat diterapkannya syariat. Jadi, tasawuf yang dirumuskannya jauh dari paham-paham yang mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai tingkat hakikat, maka sudah tidak dibutuhkan lagi syariat.
Dengan kata lain, kajian ini mengajak kita untuk berpindah dari Iman yang baru sampai pada batasan rasio dan teori (iman ‘aqli), kepada Iman yang sudah sampai pada tahapan penghayatan dan pendalaman (iman dzauqi). Dan dari kesadaran hati akan perbuatan-perbuatan dan sifat-sifat-Nya (maqâm fanâ), kepada ketenggelaman ruhani akan zat-Nya (maqâm baqâ).
Dengan demikian, kita akan meraih hakikat kelembutan, mencapai keikhlasan, dan menghampiri Sang Kekasih Yang Mahasuci. Inilah rahasia dari segala rahasia kehidupan, yang baru diketahui sebagian rahasianya oleh Barat, dengan terbitnya buku The Secret yang fenomenal itu.
Kalau tidak boleh dibilang terpengaruh, spiritualitas Barat sebenarnya jauh tertinggal dengan spiritualitas Islam, karena kitab Sir al-Asrar dikarang jauh sebelum Barat mengungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar