Oleh Wiyanto Suud
Tulisan ini dimuat di “Hikmah”
Republika, 26 Juni 2010
Rasulullah bersabda,
"Islam bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali terasing seperti
semula, maka beruntunglah orang-orang yang terasing (al-Ghuraba)."
(HR. Muslim dari Abu Hurairah, hadits mutawatir).
Keterasingan yang dimaksud
dalam hadits ini, bisa dibagi menjadi dua. Pertama, ketika Allah menurunkan
agama Islam kepada Nabi Muhammad SAW. Agama Islam menjadi terasing, karena
mengajarkan tauhid yang murni. Bagi kaum jahiliyah saat itu, Islam dianggap
sesuatu yang aneh dan asing.
Rasulullah SAW menjelaskan
bahwa keterasingan Islam yang pertama ini terjadi hanya pada permulaannya.
Dengan perjuangan yang gigih dan tak kenal lelah, hingga membuahkan hasil yang
menggembirakan. Bahkan, manusia pun akhirnya berbondong-bondong masuk agama
Allah, dan bertasbih dengan memuji serta memohon ampun kepada-Nya (QS.
An-Nashr: 1-3).
Sejak saat itulah, Islam
berkembang pesat ke seluruh penjuru dunia dan hilanglah periode keterasingan
pertama ini. Maka Allah pun menyatakan bahwa agama Islam telah sempurna, dan
paripurna pula tugas Rasulullah SAW (QS. Al-Maidah: 3).
Keterasingan kedua, yaitu
setelah Islam berkembang pesat ke seluruh dunia. Islam menjadi asing bukan
karena jumlah umatnya yang sedikit. Seperti saat ini, jumlah umat Islam di
seluruh dunia mencapai 1,57 miliar jiwa, atau sekitar 23 persen dari total
penduduk dunia (6,8 miliar jiwa).
Ibnu Taymiyah menjelaskan
bahwa keterasingan yang kedua ini terjadi ketika berkembangnya bidah, dan
umumnya manusia tidak mengenal sunah. Ketika ditanya siapakah orang-orang yang
terasing itu, Rasulullah SAW menjawab, "Orang-orang yang mengadakan
perbaikan ketika manusia sudah rusak, orang yang maksiat lebih banyak daripada
orang yang taat." (HR. Ahmad)
Hasan al-Bashri
mendeskripsikan keterasingan periode ini dengan ungkapan, "Orang mukmin
di dunia kala itu seperti orang asing yang tidak risau terhadap kehinaannya dan
tidak mau bersaing untuk mendapatkan kemuliaannya, karena ia memiliki suatu
urusan sedangkan orang lain memiliki urusan yang lain."
Meskipun kaum itu terasing,
tetapi merekalah yang mendapatkan keberuntungan. Para Ulama berbeda pendapat
dalam menafsirkan kata thuba. Ada yang mengatakan bahwa thuba
berasal dari kata thayyib (baik), sehingga hadis tersebut diartikan
dengan balasan kebaikan yang akan diberikan kepada orang-orang yang terasing.
Yang mencakup segala kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar