Oleh
WIyanto Suud
Tulisan ini dimuat di “Hikmah” Republika, 5
Januari 2010
Secara
etimologi, sabar berarti menahan. Seperti kata, “Qutila fulanun shobron.”
Artinya, “Si Fulan terbunuh dalam keadaan ditahan.” Oleh karenanya, seseorang
yang menahan diri terhadap sesuatu dikatakan orang yang sabar.
Allah SWT
berfirman dalam Alquran, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS
Al-Baqarah [2]: 45).
Menurut
Ibnu Jarir, redaksi ayat itu memang memperingatkan Bani Israel, namun yang
dimaksud bukan mereka semata. Ayat ini mencakup mereka dan orang-orang selain
mereka.
Ibnul-Mubarak
berkata dengan sanadnya dari Said bin Jubeir, “Sabar ialah pengakuan hamba
kepada Allah atas apa yang menimpanya, mengharapkan ridha Allah semata dan
pahala-Nya. Kadang-kadang seseorang bertahan dengan gigih dengan menguatkan
diri, dan tidak terlihat dari dia kecuali kesabaran.”
Dengan
demikian, tidak ada orang yang bisa disebut sabar, jika sikapnya menolak atau
mengelak berdiri bersama permasalahan yang tidak mengenakkan di hati. Orang
yang sabar selalu memancarkan kehangatan bagi orang lain karena ia senantiasa
pasrah pada Allah dalam kondisi apa pun.
Jika
ditimpa musibah, dia tidak akan larut atau meratapi musibah yang menimpanya.
Sedangkan jika diberi kesenangan atau kenikmatan, dia tidak akan lupa diri dan
kufur nikmat kepada Allah.
Ali bin
Abi Thalib mengumpamakan keutamaan sabar bagi keimanan seseorang itu bagaikan
tubuh, dan sabar adalah kepalanya. Ia mengatakan, “Sabar bagi keimanan laksana
kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.”
(HR. Baihaqi).
Walaupun
secara sanad, atsar ini dinilai lemah, namun secara makna bisa diterima. Hal
itu dikarenakan cakupan sabar yang demikian luas dalam Islam. Ia mencakup sikap
seorang hamba dalam menghadapi berbagai perintah dan larangan serta berbagai
keadaan yang dialami manusia di dalam kehidupan, di saat senang maupun susah.
Alquran
membahasakannya dengan istilah “sabar yang baik”, Allah SWT berfirman, “Maka
bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” (QS. Al-Ma’aarij [70]: 5).
Oleh
karena itu, marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk senantiasa berlatih
sabar. Yakni, dengan komitmen sebagai seorang hamba untuk selalu mengikuti apa
yang dikehendaki oleh Allah SWT; selalu berjalan sesuai dengan perintah-Nya.
Inilah yang disebut sabar ma'allah, tingkatan sabar yang paling tinggi dan
paling sulit. Dan Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar (QS.
Al-Baqarah [2]: 153).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar