Rabu, 14 November 2012

Pemimpin Itu Teladan

Oleh Wiyanto Suud
Tulisan ini dimuat di “Hikmah” Republika, 24 November 2009
Satu teladan itu lebih efektif dari seribu nasihat. Dan, lisan perbuatan itu lebih fasih daripada lisan perkataan. Satu contoh keteladanan dari Ali bin Abi Thalib menunjukkan betapa keteladanan itu sangat efektif menciptakan pranata sosial yang dicita-citakan Islam.
Syahdan, pada suatu hari Aqil datang ke Ali bin Abi Thalib, ia menyambut gembira kedatangan sang kakak. Ketika tiba waktu makan malam, Aqil tidak melihat apa-apa di atas meja selain roti dan garam. Ia terkejut melihat kenyataan tersebut karena kedatangannya untuk meminta bantuan kepada Ali demi menutupi utangnya.
Ali berkata, “Tunggu sebentar, aku akan ambilkan harta milikku.” Aqil mulai kesal dan berkata, “Bukankah Baitul Mal ada di tanganmu? Mengapa engkau memberiku dari harta milikmu sendiri?” Beliau menjawab, “Kalau kau mau, ambillah pedangmu dan aku akan mengambil pedangku, lalu kita keluar bersama-sama menuju ke kawasan Hairah yang di dalamnya terdapat pedagang-pedagang kaya, kita masuki rumah salah seorang dari mereka dan kita ambil harta kekayaannya.”
Aqil menolak dan berkata, “Memangnya aku datang untuk merampok!”. Ali pun menjawab, “Mencuri harta kekayaan seorang dari mereka itu masih lebih baik daripada engkau mencuri harta milik semua kaum Muslimin.” Demikianlah teladan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hal keteladanan, Allah SWT menganjurkan kepada kita untuk selalu berdoa, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menjadi penenang hati bagi kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan [25]: 74)
Al-Qurthubi mengatakan, jika seseorang memiliki istri yang terkumpul padanya sifat-sifat terpuji, seperti pandai menjaga kesucian, lembut, taat kepada suami, atau memiliki anak yang taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tuanya, maka hatinya tidak akan tertarik lagi untuk melirik wanita atau anak orang lain. Itulah yang disebut dengan "penenang hati", yang hanya bisa dicapai apabila apa yang dimilikinya itu mendapat berkat dari Allah.
Adapun maksud "imam bagi orang-orang yang bertakwa", yakni menjadi teladan bagi mereka dalam hal kebaikan. Seseorang tidak akan bisa menjadi teladan yang baik bagi orang lain kecuali ia telah berbuat baik kepada orang lain dan bertakwa kepada Allah.
Relevansi ketakwaan dan kepemimpinan di sini dijelaskan oleh Ibrahim an-Nakha'i, bahwa orang Muslim yang bertakwa tidak berhasrat meminta kepemimpinan kepada Allah, tetapi mengharap teladan yang baik dari-Nya. Karena dengan keteladanan, kepemimpinan itu akan datang dengan sendirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar