Rabu, 14 November 2012

Eksekusi Bukan Langkah Preventif

Oleh Wiyanto Suud




Tulisan ini dimuat di Prokon Aktivis Jawa Pos, 8 Oktober 2004 
Narkoba atau Khamer dalam ajaran agama Islam, mengalami proses yang cukup panjang dalam sejarah penetapan hukumnya. Karena mabuk itu sendiri sudah menjadi bagian dari tradisi orang Arab jahiliyah ketika itu. Untuk kali pertama sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang Khamer, terjawab dengan turunnya surat Al-Baqarah ayat 219, yang menyatakan bahwa khamer itu merupakan dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia.
Dan ternyata, orang yang mengimami Salat, sedang ia dalam keadaan mabuk, sungguh mengacaukan bacaan Alquran. Oleh karena itu, turunlah surat An-Nisa’ ayat 43, yang berisi larang untuk mendekati Salat bagi siapa saja yang sedang mabuk, sampai mereka menyadari apa yang mereka katakan.
Dan hukum khamer ini sendiri ditutup dan ditetapkan dengan turunnya surat Al-Mai’dah ayat 90, yang mengatakan bahwa khamer merupakan bagian dari pekerjaan setan sehingga haram bagi kaum muslimin untuk mengonsumsinya.
Kalau memang Islam menetapkan khamer itu haram, maka Islam juga menentukan sanksi bagi siapa yang melanggar ketetapan tersebut. Pada zaman Rasulullah, Beliau menetapkan hukuman 40 kali cambukan bagi orang yang meminum khamer.
Kemudian Umar bin Khatthab, Khalifah kedua sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq, mengeluarkan fatwa hukuman 80 kali cambukan bagi peminum khamer. Kenapa beliau mengeluarkan fatwa itu? Ternyata, dengan hukuman 40 kali cambukan belum memberikan efek jera bagi sang pelaku.
Pada saat ini, peredaran dan penggunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif) ternyata menjadi sebuah masalah yang mengglobal, sehingga efek yang ditimbulkan merupakan fenomena yang berskala global juga.
Berapa banyak kasus yang sering kita lihat, baca, dan dengarkan di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, tentang kematian yang disebabkan oleh kelebihan dosis pemakaian obat terlarang, kasus pencurian untuk membeli ganja dan lain sebagainya. Sehingga kebutuhan akan ketetapan atau fatwa baru tentang hukuman bagi para produsen, pengedar, pengguna, dan penyimpan barang terlarang tersebut menjadi begitu urgen.
Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan. Pertama, menentukan hukuman mati bagi produsen, pengedar, dan bandar narkoba. Karena eksekusi merupakan jaminan kehidupan bagi manusia yang lain. Menjadi jaminan karena hukuman tersebut akan membuat pelakunya untuk berpikir dua kali sebelum melakukan tindak kejahatan, dan hukuman mati itu dapat melenyapkan kejahatan pembunuhan apapun bentuk dan caranya.
Kedua, masalah keadilan. Berapa banyak korban jiwa karena kelebihan dosis, memberikan penyiksaan dengan sikap ketergantungan terhadap obat, maka layakkah bagi dia kalau hanya dihukum satu atau dua tahun. Seharusnya bagi orang yang membunuh harusnya menuai hal yang sama, itu baru dikatakan adil. Atau kalau memang tidak hukuman mati, bisakah kita mencari hal atau hukuman yang seimbang dan setara dengan efek yang ditimbulkan oleh peredaran barang terlarang tersebut.
Ketiga, hukuman mati pada hakikatnya memanusiakan manusia. Efek peredaran narkoba sudah kian mengglobal, maka hal apakah yang bisa menghentikan dan memutuskan jaringan mereka, maka satu jawaban yang tepat adalah pemerintahan resmi di suatu negara.
Karena pemerintah mempunyai hak yang legal dan formal untuk bisa melakukan tindakan memaksa bagi warga dan orang yang sedang berada di negaranya. Hal inilah yang bisa melindungi hajat hidup mayoritas warga. Tentunya hal ini lebih manusiawi (harusnya) ketimbang kita memikirkan kekejian terhadap tersangka dari hukuman mati tersebut. Dalam level jaringan inilah hukum harus bertindak.
Hukuman mati merupakan sebuah solusi untuk penanganan kasus yang berkaitan dengan narkoba. Dalam Alquran disebutkan bahwa di balik hukuman qishas itu ada kehidupan bagi orang yang berakal.
Sudah jelaslah bahaya yang disebabkan oleh narkoba, masihkah kita berpikir dua kali untuk menetapkan hukuman mati bagi yang melakukan tindak kejahatan yang berkaitan dengannya (tentunya dengan kriteria dan bukti yang jelas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar