Oleh KH. Imam Zarkasyi
Ketika berusia 40-50 tahun, ada yang mengajak
saya nonton film di bioskop. Film itu dibintangi artis terkenal tahun 1950-an,
Nurnaningsih. Di dalam cerita itu, Nurnaningsih menjadi gadis ‘panggilan’. Dia
tinggal di suatu rumah. Sebentar-sebentar ada mobil yang datang mengambilnya
dan kemudian mengembalikannya. Begitu berulang kali. Kemudian bintangnya satu
lagi seorang pemuda bekas pejuang, masuk kota. Dia tidak punya apa-apa.
Pakaiannya agak kumal. Dia tidak begitu gagah. Tapi Nurnaningsih (Nung) jatuh cinta
kepada pemuda yang bernama Edy itu.
Saat adegan berdialog antara mereka berdua,
ada ungkapan yang sangat menggores hati. Dalam dialognya, Edy berkata kepada
Nung yang isinya terkesan mengejek. "Kamu Nung, mewah. Rumahmu bagus,
pakaianmu serba indah. Tapi kamu murah, bisa dibeli. Saya kaya. Segala apa-apa
ada pada saya, hanya uang saya tidak punya.” Sepulang menonton, kata-kata itu
masih terngiang-ngiang di telinga. Saya berpikir. "Punya segala-galanya
tapi tidak punya uang".
Sesudah beberapa minggu, barulah saya
mengerti cerita ini. Ternyata, orang yang masih bisa dibeli itu murah. Tidak
ada harganya. Yang mahal itu yang tidak bisa dibeli. Ilmu tidak bisa dibeli.
Orang bisa dibeli. Ada lagi yang lebih mahal dari ilmu, yaitu harga diri atau
kehormatan. Inilah yang sama sekali tidak bisa dibeli. Orang yang pernah tidak
jujur, seumur hidup tidak dipercaya. Orang yang pernah menipu, sulit mendapat
kepercayaan.
Seorang menteri pada era Soekarno, yaitu Mr.
Iskak korupsi. Saat itu tindak korupsi mudah diketahui karena belum ramai
seperti sekarang. Sejak itu sampai sekarang, kita tidak pernah mendengar dan
disebut-sebut nama Mr. Iskak lagi. Artinya, hilang harga dirinya, sulit juga
mencari menantu. Akibatnya sampai ke sana. Meski punya berjuta-juta uang, seseorang
tidak akan bisa menebus harga dirinya.
Ada rombongan mahasiswa datang ke pondok.
Mereka mau minta nasihat, minta pertimbangan, dan mengadu, "Bagaimana Pak
nasib kami ini. Orang lain telah bersiap untuk diangkat menjadi pegawai ini dan
itu. Kami belum. Masa depan kami gelap." Jawab saya, "Salah. Kamu
manusia yang masih utuh. Tanganmu dua, kakimu dua, matamu dua. Otakmu sehat,
tidak gila. Bahkan kamu terpelajar sebagai mahasiswa. Mengapa kamu bingung?
Mengapa merasa gelap masa depanmu? Harga dirimu masih utuh. Kamu belum pernah
menipu, belum pernah tertangkap karena mencuri.”
Jawaban saya itu sekarang saya sampaikan
untukmu. Kamu orang mahal dan tidak bisa dibeli. Perkara kamu sekarang tidak
punya uang, itu lain. Kalau kamu melihat masa depanmu gelap, salahmu sendiri.
Kamu dihantui setan dan Iblis. Kamu harus tahu diri. Seberapa besar harga
dirimu, kamu harus menghargai dirimu sendiri, tapi jangan sampai minta
dihargai. Kamu harus tahu harga dirimu, jangan kamu jual murah.
Kami pernah menerima tamu yang mendapat gelar
doktor di Amerika. Salah satu yang dibicarakan adalah cerita seseorang yang
terlalu mementingkan uang. Komentarnya, "Orang itu barangkali belum
mendengar dongengnya Nurnaningsih.” Kata-kata tamu bergelar doktor itu sama
dengan yang saya ceritakan kepada kalian tadi. Harta itu tidak terlalu
berharga. Yang berharga adalah kehormatanmu dan mentalmu.
Satu lagi cerita tamsil. Ada anak dari sini
yang pintar tapi nakal. Sering keluar negeri. Dia belajar di Madinah sampai
selesai, lalu ke Mesir hingga mencapai gelar master. Sesudah itu pulang ke
Indonesia. Dia melamar menjadi pegawai di IAIN Jakarta, namun langsung ditolak
rektornya karena dia tahu riwayat orang itu, tahu seberapa besar harga dirinya.
Akhirnya, dia menjadi guru dan pengawas asrama putra-putri. Kelanjutannya, na’udzubillah.
Dia tertangkap basah berduaan dengan perempuan.
Kalau sudah begitu, seberapa besar harga
dirinya. Ini betul-betul terjadi. Sampai di mana dia bisa menegakkan benang
basah? Sulit orang yang sudah jatuh seperti itu. Karena itu, kepribadianmu,
otakmu yang sehat, dan mentalmu yang baik ini lebih mahal dari segala-galanya.
Kamu ini belum jatuh, masih utuh. Maka peliharalah kepribadianmu baik-baik. Ini
modal hidupmu yang paling utama. Kamu akan hidup di kota, di desa, di mana
saja. Modalmu yang satu ini jangan sampai berkurang.
Jangan berkecil hati menghadapi kehidupan,
jangan berkecil hati menghadapi masyarakat, tapi jagalah pribadimu. Jaga harga
dirimu baik-baik. Anak-anak kelas enam tinggal menyisakan beberapa bulan lagi.
Hati-hati, tinggal mengambil buahnya di atas, jangan sampai terjatuh. Sudahi
dengan husnul khitam. Berbahagialah anak-anak yang sampai husnul
khatimah di pondok dan di dunia ini. Orang-orang yang sudah tua seperti
saya pun selalu berkeinginan untuk mendapatkan derajat husnul khatimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar